
Maka, kami bersama -sama juga harus melakukan upaya yang lebih masif dalam memberikan pemahaman dan literasi serta pendidikan terhadap seluruh elemen masyarakat.
Jakarta (ANTARA) – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus memaksimalkan upaya mempersempit penyebaran ideologi kekerasan melalui pemahaman dan literasi, salah satunya dengan menggelar Bedah Buku Seri Tercerahkan dalam Kedamaian, di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), Senin (23/6).
Dalam kesempatan tersebut, Koordinator Analisa dan Evaluasi Penegakan Hukum BNPT Rahmat Sori Simbolon menyebutkan penyebaran ideologi kekerasan kian menjangkau masyarakat luas, sehingga harus mempersempitnya melalui literasi.
“Maka, kami bersama -sama juga harus melakukan upaya yang lebih masif dalam memberikan pemahaman dan literasi serta pendidikan terhadap seluruh elemen masyarakat,” kata Rahmat, seperti dikutip dari keterangan tertulis yang dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
BNPT bersama akademisi, peneliti, birokrat, dan mantan narapidana terorisme (napiter), telah melakukan kajian menyeluruh terhadap 15 buku paling berpengaruh di kalangan kelompok teroris.
Hasilnya, lahirlah dua buku reflektif dan edukatif, yakni berjudul Tercerahkan dalam Kedamaian: Secercah Kisah Mantan serta Tercerahkan dalam Kedamaian: Menggali Akar Radikal Terorisme di Indonesia.
Salah satu penulis buku, Alfindra Primaldhi menjelaskan alasan buku dapat meradikalisasi seseorang melalui pendekatan psikologis dengan metode 3N, yakni Needs (Kebutuhan), Narratives (Narasi), dan Networks (Jaringan).
Dia membeberkan bahwa Needs dimaksud, yakni kebutuhan individu untuk mencari signifikansi atau kebermaknaan dalam hidupnya.
Sementara Narrative, yaitu narasi ideologis yang membenarkan penggunaan kekerasan, sedangkan Networks di mana jaringan sosial dalam kelompok tersebut memperkuat radikalisasi individu melalui validasi sosial.
Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Sulteng memiliki cara tersendiri untuk membentengi individu dari risiko keterpaparan ideologi kekerasan terutama pada perempuan dan anak, mengingat adanya peningkatan jumlah dan peran perempuan dalam melakukan aksi terorisme.
“Jadi dari Fatayat sendiri ada beberapa program ada juga lembaga pendampingan terhadap perempuan dan anak," ungkap perwakilan Fatayat Sulteng Wulandari dalam kesempatan yang sama.
Dia menambahkan bahwa Fatayat NU Sulteng juga sering melakukan diskusi literasi keluarga bekerja sama dengan Badan Pengembangan Pendidikan dan Aktivitas Instruksional (BP2AI) dan ibu-ibu Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di kecamatan dan desa.
Wulandari menyampaikan bahwa pihaknya mengangkat isu literasi keluarga, seperti cara menggunakan internet dengan bijak dan cara mengakses berbagai bacaan kepada anak.
"Harapannya, mereka dapat membentengi keluarganya dari pemahaman ideologi kekerasan,” ujar dia lagi.
Adapun peserta bedah buku berasal dari beragam unsur di Sulteng, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), NU, Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT), mitra deradikalisasi, hingga jajaran Kejaksaan dan Dinas Pendidikan Kota Palu.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
No responses yet